SULSELTA.CO.ID (Takalar) – Ketua umum DPD Lipan Sulsel, Muh Natzir Azis Daeng Joa kembali mengingatkan KPA/ Kepala Dinas lingkungan hidup kabupaten takalar agar tidak bermain dengan pengelolaan keuangan Negara.
Hal Ini disampaikan oleh ketua umum LSM Lipan Sulsel kepada Sulselta di Sekretariat (4/10/2019), terkait mata anggaran Pembebasan lahan pada Rencana Umum Pengadaan (RUP) TA. 2018. Dimana, Pemerintah Kabupaten Takalar telah mengalokasikan melalui Dinas LIngkungan hidup dan pertanahan sebesar 3 miliar rupiah.
Ketua Dpd lipan Sulsel dalam pengakuannya saat melakukan klarifikasi langsung di Kantor Kepala dinas lingkungan Hidup dan pertanahan kab takalar mendapat penjelasan bahwa untuk RSI takalar sudah membebaskan lahan seluas 2 HA. Tahun 2018 sebanyak 5000 M2, dan tahun 2019 15.000 M2.
“Setelah menganalisa pengangaran tersebut ada yang mengganjal karena anggaran Pembebasan lahan tahun 2018 tidak ada di sistim informasi Rencana umum pengadaan. Ini seakan akan di sembunyikan atau mungkin di sulap sumbernya. Yang seharusnya pos anggaran tersebut harus masuk pada SIRUP Kantor Dinas lingkungan Hidup dan Pertanahan Takalar”, jelas Tetta Joa
Dirinya juga mengaku sempat mempertanyakan penetapan harga permeter untuk pembebasan lahan yang dijawab oleh Kabag Pertanahan bahwa itu berdasarkan hasil perhitungan dari apresial dan tinggal pembayaran.
Ketua Umum DPD Lipan Sulsel sangat menyayangkan harga tanah tersebut karena tergolong mahal.
“Sesuai hasil investigasi kami bahwa harga lahan berdasarkan NJOP sebesar RP 20.000./ M- dan harga tanah empang di AENG batu batu. Menurut masyarakat sekitar harga 300.000.-/M2. paling mahal pak disitu sekitar 400.000.-/M2 mahal sekali itu pak”, papar Natzir mengutip pernyataan warga sekitar Lokasi perencanaan pembangunan RSI takalar.
“Kami akan mencoba meminta kepada Tim Apresial untuk memaparkan landasan metode analisa pembelian atau pembahasan lahan serta penentuan harga untuk penyediaan asset negara. Apresial harus bedakan penetapan harga untuk Asset Negara dan Asset swasta. Setahu kami harga itu berdasarkan nilai harga NJOP dan harga pasaran sekitarnnya dan tidak boleh lebih dari 70% harga pasaran.
Coba kita akan analisa dan kaji ulang tentang itu setelah kami ketemu Dgn TIm Apresial yang di tunjuk oleh pemda kab takalar. Intinya kami masih tetap beranggapan bahwa pembebasan lahan tersebut terindikasi Mark Up dan terjadi spekulan dalam penetapan harga stuan. kami sangat yakin itu sesuai dgn fakta fakta yang ada dilapangan serta pengalaman kami dalam mengungkap kasus pembebasan lahan.
Kami tetap akan usut tuntas barang ini karena sudah tugas dan tanggung jawab kami sebagai anggota lembaga kontrol sosial yang bergerak bidang penyelamatan asset negara “, tutup Tetta Joa. (Tim)